Cepatlah Kembali, Sepakbola
Senja
itu, aku duduk termenung di teras rumah. Udara dingin yang berhembus dan langit
hitam yang mulai bergerak menemaniku menyambut hari yang mulai gelap. Sambil
duduk beralaskan tikar batu, aku memandangi handphone dan membolak-balik media
massa yang dicetak itu. Ditambah dengan pohon yang menari-nari menambah
syahdunya hari. Seperti biasanya, selain ingin tahu kabar pandemi juga tentang
sepakbola. Obrolan-obrolan dengan teman mulai dirindukan. Biasanya hari-hari
lalu dipenuhi dengan cerita tentang sepakbola dan segala macam isinya yang
mempertontonkan drama.
Mendengar kabar sepakbola berhenti dengan tergesa seperti bencana yang tak diharapkan. Liga-liga di berbagai negara satu persatu menutup tirai kompetisinya dengan alasan pandemi semakin meluas. Bagaimana tidak, orang-orang akan berada jauh dari stadion-stadion yang berdiri gagah di tengah kota. Langkah kaki yang dulu mudah digerakkan sekarang diam tak tahu arah tujuan. Drama-drama tentang itu semua terjaga penuh keyakinan dalam memori orang. Mereka akan mengingat momen itu dengan baik seperti striker mencetak gol penentu kemenangan. Atau penyelamatan seorang kiper saat bola digaris gawang.
Namun,
akhir-akhir ini harap-harap cemas apa yang dirasakan. Perasaan ini layaknya
orang yang hanyut di sungai akan cari pegangan apa saja entah ranting pohon
atau kaleng bekas. Tak seorangpun yang rela untuk hidup tanpa adanya sepakbola.
Menyambut hari-hari ke depan sangatlah berat. Keputusan itu sungguh mematahkan
hati orang-orang. Mereka terlalu mengenal baik sepakbola. Sebagaimana
diceritakan bapakku tentang hebatnya Romario, ataupun legenda seperti Pele.
Masih banyak lagi kisah-kisah yang belum diceritakan bapakku, dan itu semua
kupercayai karena tak mungkin bapakku mengarang-ngarang itu semua. Kisah itu
sungguh terjadi di masa lampau. Tentang
kisah masa lalu, aku mulai menemukan kebenarannya sekarang. Hingga kini aku
sadar mengapa aku sedekat ini dengan sepakbola.
Sepakbola
mampu menyihir orang-orang dengan sangat mendalam hingga larut ke dalamnya.
Orang-orang mungkin sama sepertiku mengharapkan keadaan yang baik-baik saja.
Sepakbola seperti lembaran sinopsis yang penuh dengan drama didalamnya. Jika
saja pandemi ini tidak menyerang, aku dan orang-orang pasti tak murung seperti
sekarang. Mungkin sepakbola akan menjadi perayaan kecil di kota pasca era pandemi
ini. Dan mengisi kekosongan hati yang dirasakan orang-orang. Sepakbola tetap
akan menginternal dalam raga, walau aku harus memandang engkau jauh disana. Keajaiban
adalah kata yang ditunggu-tunggu setiap orang dekat-dekat ini. Aku dan kamu
sama, mengharapkan akhir yang manis karena penyelesaian terbaik adalah menunggu
keajaiban Tuhan mengakhiri dengan bijak.
Aku menunggu.
Komentar
Posting Komentar