Sepenggal Kerinduan


Hari demi hari yang terus berganti, menanti sesuatu yang tak pasti menjadi problema hari ini. Obrolan dengan teman di angkringan atau di tempat lain menjadi sesuatu yang dirindukan. Bertukar pikiran mengenai segala hal apapun yang bisa diperbincangkan adalah kebahagiaan tersendiri waktu itu. Semenjak merebaknya pandemi ini, semuanya berubah drastis. Kegiatan sehari-hari menjadi kacau karena ketidaknormalan hari ini dirasakan oleh banyak orang. Aku mencoba tenang seperti daun teratai yang mengambang bebas di perairan.

Setelah membayangkan hari-hari lalu, hati ini menjadi rindu. Keadaan semacam ini yang tidak dapat diterima oleh seseorang sepertiku. Duduk sambil memandangi handphone produk Tiongkokku, mengikuti kabar hari ini yang ramai di linimasa. Mungkin aku sama dengan orang-orang yang berharap akan kabar yang mencerahkan untuk esok hari. Melewati hari-hari yang membosankan ini membawaku menulis lembaran-lembaran yang sempat kosong tanpa doa-doa yang teriring. Untungnya aku masih sadar menerima keadaan macam ini.

Sungguh berat untuk melawan keadaan hari ini, tetapi dulu sebelum aku dan  kamu dilahirkan dekat-dekat ini. Dunia sudah mengajarkan tentang optimisme melawan keterbatasan. Seisi dunia ini sedang mengalami kesedihan dalam perjuangannya untuk lepas dari keterpurukan. Seperti seorang lelaki yang gagal mengajak kekasihnya melihat senja di tengah taman. Segala jenis aktifitas terpaksa berhenti dimana-mana, tidak hanya di Sleman, tetapi di daerah lain juga sama. Aku pun merasa terpenjara di rumah sendiri, tapi harapanku selalu tumbuh seperti bunga Edelweis. Perlambang ketabahan untuk sebuah pendakian melihat indahnya semesta.

Tentang kerinduan yang mulai masuk dalam perasaan seperti terpenjara dalam batin, perlahan-lahan aku menemukan kunci untuk membebaskan. Aku juga sama dengan orang lain yang menginginkan keadaan menjadi baik-baik saja. Melihat kerinduan yang tak terpenjara lagi karena terjebak dalam keadaan macam ini adalah kebahagiaan yang aku cari. 

Tak apa aku kembali di kemacetan yang membunuh usia setiap hari di jam pulang kantor Jalan Gejayan. Ditemani deru mesin yang mulai terdengar, serta riuhnya asap yang keluar dari cerobong kecil itu. Membuat perasaanku mengalir seperti mendengarkan omongan tetangga. Kerelaan untuk menjalani hal semacam itu akan kulakukan. Asalkan bukan sepi seperti hari ini. Sejak rindu ini muncul perasaan ini agak tak enak. Tapi itu tidaklah penting, waktu yang akan mempertemukan kita seperti beberapa hari sebelum pandemi ini datang. Kerinduan dari kemarin hingga kini pasti akan terbayarkan. Dengan tulisan ini, kerinduanku dan kerinduanmu semoga terlepaskan untuk hari-hari esok yang normal. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tonggak dalam Perjalananku

JANGAN LUPAKAN SEJARAH

PERGULATAN ANTAR OTAK